Belajar fisika bukan sekadar menghafal rumus, teori atau menyelesaikan soal. Lebih dari itu, fisika adalah ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, ilmu yang mampu membantu manusia memahami alam dan menemukan solusi bagi berbagai persoalan yang dihadapi di bumi ini.
Sebagai
guru fisika di MAN 3 Kediri, saya selalu berusaha mengaitkan konsep-konsep
fisika dengan realitas kehidupan. Misalnya saat membahas materi tentang energi
terbarukan, saya mengajak siswa berpikir dan menganalisis bahwa dalam memenuhi
kebutuhan hidup, kita tidak pernah lepas dari listrik. Hampir semua peralatan
yang kita gunakan, dari lampu, kipas angin, mesin cuci hingga ponsel memerlukan
energi listrik.
Lantas
bagaimana listrik itu dihasilkan ? Apa hubungan antara listrik dan energi ?
Saya menjelaskan bahwa listrik merupakan salah satu bentuk energi, sedangkan
energi berasal dari berbagai sumber. Saat ini dunia sedang berupaya menemukan
energi alternatif yang bersih, ramah lingkungan, tanpa emisi dan berkelanjutan.
Di
awal pembelajaran, saya sering memantik rasa ingin tahu siswa dengan pertanyaan.
“Menurut kalian, bisakah kita menghasilkan energi tanpa merusak bumi ?”. Biasanya
kelas menjadi hening sesaat. Anak-anak tampak berpikir keras. Ada yang menjawab,
“Bisa Bu, dari matahari, air, angin”. Saya membenarkan jawaban mereka dan
menambahkan. “Selain dari luar bumi, tahukah kalian bahwa bumi juga bisa
menghasilkan energinya sendiri tanpa merusak dirinya? Energi itu disebut panas
bumi atau geothermal". Sebagai pengetahuan awal, menjelaskan bahwa di dalam
perut bumi terdapat sumber energi besar yang berasal dari panas alami, seperti
panas dari magma, air panas dan uap di bawah tanah, serta batuan kering panas (hot
dry rock). Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik (Ring of
Fire) memiliki banyak gunung berapi aktif, sehingga menyimpan potensi besar
energi panas bumi.
Panas dari perut bumi ini bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Prosesnya sederhana : panas bumi memanaskan air di bawah permukaan tanah hingga menghasilkan uap bertekanan tinggi. Uap itu digunakan menggerakkan turbin, yang pada gilirannya menggerakkan generator dan menghasilkan energi listrik.
Belajar
dari Eksperimen Sederhana
Agar
siswa lebih mudah memahami konsep ini, saya mengajak mereka melakukan
eksperimen sederhana. Kami memanaskan air di dalam panci tertutup kaca di atas
kompor. Ketika air mencapai titik didih, uap panas naik dan menggerakkan tutup
panci. Dari sini saya menjelaskan : “Bayangkan panas dari kompor itu seperti
panas dari perut bumi. Air dipanci adalah air bawah tanah, dan uap yang naik
adalah energi yang bisa memutar turbin pembangkit listrik tenaga panas bumi.”
Melalui
kegiatan sederhana itu, siswa memahami bahwa konsep fisika bukanlah hal yang
jauh dari kehidupan. Mereka bisa melihat sendiri bagaimana energi berpindah dan
diubah menjadi bentuk lain, dari panas menjadi gerak, dari gerak menjadi listrik.
Saya
juga menjelaskan bahwa Indonesia, dengan banyak gunung berapi,memiliki potensi
luar biasa untuk menghasilkan energi bersih. Uap yang digunakan dalam proses
ini tidak mencemari udara dan tidak menghasilkan karbon seperti energi dari
pembakaran dari batu bara atau minyak bumi. Bahkan, setelah digunakan, air dan
uap dikembalikan lagi ke dalam tanah agar siklusnya berlanjut. Dengan cara ini,
energi panas bumi menjadi energi berkelanjutan.
Sinergi
Pendidikan dan Kebijakan Keuangan Negara
Lantas
bagaimana cara mewujudkan pengelolaan sumber energi panas bumi secara maksimal
? Tentu diperlukan dukungan nyata dari pemerintah. Dalam upaya menuju net
zero emission tahun 20260, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomitmen
mendorong pengembangan energi baru terbarukan, salah satunya melalui dana PISP
(Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi).
Melalui
kebijakan fiskal yang bijak, Kemenkeu memberikan dukungan, baik fiskal maupun
non fiskal, untuk proyek-proyek energi bersih. Salah satunya diwujudkan lewat PT
Geo Dipa Energi, perusahaan milik negara yang mendapatkan pendanaan dari
Kemenkeu untuk mengelola potensi panas di berbagai daerah di Indonesia.
Dengan
demikian, uang rakyat yang dikelola melalui APBN dikembalikan lagi untuk
kemakmuran rakyat. Tidak hanya dalam bentuk jalan dan jembatan , tetapi juga
dalam wujud energi bersih yang menyehatkan bumi.
Saya
sering berkata kepada siswa, “Nyala lampu yang kalian lihat di rumah, mungkin
sebagian listriknya berasal dari panas bumi. Energi itu bisa ada karena kerja sama
antara ilmuwan, guru dan Kementerian Keuangan yang mengatur anggaran untuk
kebaikan bangsa”. Mendengar itu, mereka biasanya tersenyum bangga. Saat itulah
saya tahu ,mereka mulai memahami bahwa APBN bukan sekadar angka di atas kertas,
melainkan energi nyata yang menerangi negeri.
Energi
dan Tanggung Jawab Moral
Dalam
diskusi kelas, tak jarang saya sering menekankan bahwa energi tidak hanya
urusan teknologi, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral terhadap bumi. Jika
manusia terus bergantung pada bahan bakar fosil, suhu bumi akan semakin meningkat,
udara makin panas dan perubahan iklim akan semakin parah. Sebaliknya, energi
panas bumi memberikan harapan baru : bersih, tidak berasap, dan ramah
lingkungan. Saya tekankan kepada siswa bahwa setiap pilihan energi memiliki
konsekuensi terhadap kehidupan di bumi, dan tugas manusia adalah memilih yang
bijak.
Pendidikan
dan Masa Depan Energi Indonesia
Dari
sini kita bisa melihat adanya sinergi antara pendidikan dan kebijakan fiskal.
Mungkin Kemenkeu tidak hadir di ruang kelas, tapi kebijakannya terasa. Melalui
pengelolaan APBN, guru bisa mengajar dengan fasilitas memadai, laboratorium bisa
berfungsi, dan informasi tentang energi baru bisa diakses oleh siswa di seluruh
Indonesia. Sebaliknya, dunia pendidikan juga mendukung visi pemerintah dengan
menyiapkan generasi yang paham sains, kritis dan peduli lingkungan. Menjelang
Indonesia Emas 2045, bangsa ini bercita-cita menjadi negara maju dan mandiri. Untuk
mencapainya, ada dua hal penting yang harus berjalan berdampingan yaitu kebijakan
keuangan negara yang bijak dan berpihak pada keberlanjutan serta pendidikan
yang menanamkan kesadaran energi bersih sejak dini.
Kemenkeu
telah menyiapkan arah kebijakan fiskal hijau untuk mendukung transisi energi,
sementara para guru dan pendidik menyiapkan generasi yang berilmu, berkarakter
dan mencintai lingkungan. Jika semua pihak berjalan bersama, cita-cita
Indonesia untuk menjadi negara yang kaya energi dan kaya kesadaran bukanlah hal
yang mustahil.
Mengajarkan
panas bumi dalam pelajaran fisika bukan hanya tentang teori, tetapi tentang menyalakan
kesadaran baru bahwa setiap orang punya peran dalam menjaga bumi. Belajar tentang
energi panas bumi bukan hanya membahas listrik, tapi juga menanamkan harapan, tanggung
jawab dan cinta tanah air. Bersama dukungan Kementerian Keuangan yang mengelola
sumber daya negara dengan bijak, kita semua sedang menyalakan sesuatu yang lebih
besar dari sekadar cahaya, yaitu masa depan Indonesia yang terang, bersih dan
berkelanjutan.











